Rabu, 06 April 2011

Manusia dan Keadilan

Hidup di kandang demi sebuah keadilan

Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum tidak sedang mengurus besarnya nominal kerugian negara akibat kejahatan mafia hukum. Satgas sedang dihadapkan pada besarnya penderitaan yang mesti ditanggung sebuah keluarga, rakyat kecil, akibat kejahatan hukum yang tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi hingga di Desa Karangampel, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Casnawi (51) bertubuh kecil, terkesan rapuh, dengan kulit legam. Ia seorang buruh tani. Namun, tekad kuat untuk melawan ketidakadilan tecermin jelas ketika ia menuturkan kisahnya. Ia memperjuangkan nasib adiknya, Kadana, yang pekan ini divonis tujuh tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Indramayu karena didakwa membunuh. Ia yakin adiknya tidak bersalah dan disiksa di tahanan selama proses hukum berjalan sejak ditangkap Juli 2009.

Saat seorang polisi, disebutnya bernama Nana, meminta uang sebagai ”penebus keadilan” untuk adiknya, Casnawi melakukan segala daya agar bisa memenuhinya. Dalam benaknya yang sederhana, mungkin harus begitu caranya agar keadilan bisa didapat.

Mula-mula ia dimintai Rp 6 juta. ”Supaya Kadana tidak dipukuli,” katanya. Lalu, Rp 3 juta untuk jaksa, Rp 1,5 juta ketika pindah tahanan, Rp 2 juta lagi untuk jaksa, serta Rp 900.000 dan Rp 600.000 untuk ”menutup berkas” entah apa.


Dia pernah mengantarkan uang Rp 300.000 yang diminta polisi pukul 01.00. Ia menempuh jarak 10 kilometer dengan becak menuju rumah sang polisi. Total Rp 14,3 juta yang diberikan Casnawi dan keluarga Kadana itu mesti ”dibayar” dengan penderitaan berat.
Kadana, juga buruh petani, adalah ayah dari enam anak yang masih kecil. Istrinya, Darmi, yang tak bisa berbahasa Indonesia, terpaksa menjual rumahnya dan kini menumpang di sebuah kandang kambing. Kandang sempit milik tetangga itu ditempati Darmi bersama enam anaknya selama hampir sembilan bulan terakhir.

Setelah menjual rumah demi ”membayar” keadilan, Casnawi dan Darmi terperanjat saat Kadana dituntut 13 tahun penjara oleh jaksa dan kemudian divonis tujuh tahun penjara. Mereka tersadar penderitaan keluarganya tak cukup untuk ”membeli” keadilan.

”Apabila memang adik saya pembunuhnya, silakan dihukum seumur hidup. Istri-anaknya bisa saya tanggung. Tetapi, adik saya tidak membunuh. Polisi dan jaksa, yang dahulu minta uang terus, sekarang ditelepon pun enggak bisa,” ujar Casnawi.

Tragedi keluarga Kadana mulai terungkap di media massa saat Casnawi mengamuk mendengar vonis hakim di PN Indramayu. Kasus ini sampai kepada Satgas. Sekretaris Satgas Denny Indrayana memberi kesempatan Casnawi bicara karena kasus ini benar-benar mengusik rasa keadilan. 


sumber : http://nasional.kompas.com/read/2010/04/09/08511862/Hidup.di.Kandang.demi.Membeli.Sebuah.Keadilan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar